Halaman

Sabtu, 27 November 2010

Lahirnya Pemikiran Ekonomi

Semenjak manusia ada, tidak dapat dipungkiri bahwa ia selalu membutuhkan barang dan jasa untuk berbagai keperluan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis, ragam, kuantitas dan kualitas kebutuhan manusia bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi serta tingkat perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Maka sejalan dengan kompleksitas tingkat kebutuhan, manusia semakin tidak bisa memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Keadaan seperti inilah yang akhirnya memaksa manusia untuk melakukan pertukaran dengan pihak lain yang dapat memberikan barang dan jasa yang dibutuhkannya kegiatan pertukaran dan interaksi sosial inilah yang kemudian membawa banyak implikasi seperti munculnya spesialisasi dan pembagian kerja, isu-isu efisiensi dan keadilan dan lain-lain.



Al-Faraby, seorang ulama yang hidup pada 260-339 H/870-950 M berpendapat bahwa perkembangan kegiatan manusia akan melalui 8 tahapan. Yaitu:

1. Madinatu ‘nnawabit (nomadic state) yaitu manusia memenuhi kebutuhannya hanya dengan mengambil kekayaan alam begitu saja. Jika disuatu tempat sumber daya alamnya sudah habis maka akan berpindah ketempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Madinatu ‘ibahimiyah (primitive state) yaitu masyarakat yang mulai menetap disuatu tempat. Seperti di pantai-pantai, pinggiran negeri, dan didesa-desa serta kemudian bertani. Disinilah tahap keteraturan sistematik dalam kehidupan dibangun.

3. Madinatu ‘dldlarurah (necessity state) dimana masyarakat mulai membuat organisasi kemasyarakatan. Maka disinilah kehidupan berkelompok dan bernegara dimulai.

4. Madinatu Ihisah (desires state) masyarakat tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya tetapi mulai meningkat kepada keinginan-keinginan yang lain.

5. Madinatu ‘ltabadul (easy state) masyarakat mulai menghadapi transisi menuju kesempurnaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa mulai kompleks sehingga perekonomian memegang peranan penting.

6. Madinatu ‘nnadzalah (egoistic state) dimana faham individualism mulai menguat sehingga persaingan menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Persaingan inilah yang akhirnya menyebabkan munculnya kelas kaya dan miskin. Modal (uang) menjadi sesuatu yang berperan penting, karenanya tahapan ini disebut sebagai tahapan kapitalisme.

7. Madinatu ‘Ijama’iyah (anarchistic state) setelah persaingan individualistis meningkat maka masyarakat akan menghadapi dua hal (1) anarkisme sebagai akibat persaingan yang dahsyat antar masyarakat. (2) komunisme sebagai reaksi oposisi terhadap meingkatnya individualism.

8. Madinatu ‘lfadilah (model state) karena adanya tahapan madinnatu ‘ijama’iyah akan memaksa seluruh komponen masyarakat untuk melakukan berbagai kompromi dan perbaikan keadaan. Hasi-hasil kompromi ini akan menghasilkan suatu tatanan masyarakat yang egaliter, seluruh masyarakat akan menikmati kebahagiaan secara lebih merata.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan mendasar yang mengakibatkan munculnya masalah ekonomi dalam pandangan ilmu ekonomi konvensional adalah karena ketersediaan sumber daya ini bersifat terbatas, sementara kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas. Dengan adanya pandangan ini maka dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya scarcity (kelangkaan). Pandangan inilah yang menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar, misalnya benarkah ketersediaan sumber daya ini bersifat tidak terbatas, benarkah kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas, dapatkah kebutuhan manusia dibatasi dan dikendalikan, dan lain-lain. Maka apapun definisinya, tujuan ekonomi adalah mewujudkan kesejahteraan kehidupan.

Makna Sejahtera dalam Pandangan Ilmu Ekonomi Konvensional

Dalam berbagai literatur ilmu ekonomi konvensional dengan mudah dapat kita jumpai bahwa tujuan dari setiap manusia dalam memenuhi kebutuhannya atas barang dan jasa adalah untuk mencapai kesejahteraan (well being), dengan demikian manusia akan berjuang dengan segala cara untuk dapat mencapai kesejahteraan tersebut. Konsep kesejahteraan itu sendiri dalam ilmu konvensional ternyata sebuah terminology yang kontroversial karena memiliki banyak pengertian, salah satunya diartikan dalam perspektif materialisme dan hedonisme murni, sehingga seorang manusia bisa dikatakan sejahtera manakala memiliki keberlimpahan material, pandangan seperti inilah yang digunakan secara luas dalam ilmu konvensional, pengertian ini jelas menafikan keterkaitan kebutuhan manusia dengan unsur-unsur spiritual/norma, maka tidaklah mengherankan jika konfigurasi barang dan jasa yang harus disediakan adalah yang memberikan porsi keunggulan pada pemenuhan kepentingan pribadi, maksimasi kekayaan, kenikmatan fisik dan kepuasan hawa nafsu tanpa memperhatikan nilai norma dan agama, yang kemudian tidak lagi memperhatikan nasib individu lain.

Dalam usaha untuk mencapai kesejahteraan inilah yang akhirnya muncul berbagai macam teori keilmuan dibidang ekonomi. Ilmu ekonomi itu sendiri berawal menjadi suatu disiplin ilmu setelah Adam Smith menulis buku An Inquiry into The Nature an Causes of The Wealth of Nations ketika beliau ada di prancis pada tahun 1776. Adam smith ini adalah seorang ekonom asal Inggris yang pertama kali memperkenalkan sistem ekonomi liberal-kapitalis untuk menentang sistem ekonomi merkantilisme yang sangat menekankan campur tangan pemerintah dalam memajukan perekonomian. Adam Smith lebih menghendaki kegiatan ekonomi itu dibiarkan bergerak sendiri (tanpa campur tangan pemerintah-pen) dengan hukum dan logikanya sendiri. Adam juga mengemukakan bahwa pasar akan diatur oleh tangan-tangan yang tidak terlihat (invisible hands).

Sistem ekonomi liberal-kapitalis ini ternyata membawa dampak negatif, diantaranya adalah tingkat pendapatan yang tidak merata, meningkatnya kemiskinan dan kian lebarnya kesenjangan sosial, ekses itu timbul Karena pasar yang bekerja maksimal membuat persaingan menjadi tidak dapat dihindarkan. Akibatnya hanya pengusaha besar sajalah yang menang dalam persaingan.

Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan banyak kritik dari kalangan ilmuwan lainya. Karl Mark misalnya, berpendapat sekalipun sistem liberal-kapitalis secara relative berhasil memajukan tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi sistem itu justru malah mengorbankan manusia, menggiringnya kedalam rantai ketergantungan, perbudakan ekonomi dan keterasingan produk, kerja, dan dari hidup itu sendiri. Kritik ini tampaknya lebih cenderung karena sistem kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai moral kemanusiaan.

Sementara itu, Stalin kemudian merevisi ide Karl Mark, dengan membangun suatu monopoli industrial yang dipimpim oleh suatu organisasi birokrasi yang mempergunakan sentralisasi dan industrialisasi birokratis yang kemudian dikenal dengan sebutan sosialisme. Yakni Negara mempunyai peran penting dalam melakukan aktifitas ekonomi. Melalui sistem ini diharapkan masalah-masalah seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, dan distribusi pendapatan yang tidak merata dapat diatasi.

Namun, karena kompetisi didalam sistem sosialis adalah hal yang menjadi terlarang, tentu saja hal itu berakibat menjadi berkurangnya dorongan untuk berprestasi dan meningkatkan produktivitas kerja. Akibatnya sistem sosialis tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan lebih baik. Fenomena Negara-negara Eropa timur yang menerapkan sistem sosialis dalam satu dasawarsa ini ternyata memperlihatkan kebangkrutan ekonomi dan justru melirik sistem pasar bebas sebagai landasan pembangunan ekonomi.

Keadaan tersebut segera dapat diselamatkan oleh John Maynard Keynes. Yang menurutnya, perekonomian sepenuhnya tidak harus diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi dalam batas-batas tertentu campur tangan Negara justru sangat diperlukan. Intervensi Negara menjadi suatu keniscayaan terutama dalam hal mendorong perekonomian kembali pada keseimbangan. Keynes sangat berbeda dengan Smith. Pandangan Keynes diatas merupakan sebuah revolusi dalam pemikiran ekonomi liberal-kapitalis yang berkembang sejak Adam Smith. Kesemua inilah menjadi latar belakang lahirnya pemikiran-pemikiran ekonomi, perbaikan dibidang ekonomi, dan pencapaian kesejahteraan seperti yang telah dikemukakan diawal bahwa pada dasarnya setiap manusia mengharapkan kesejahteraan.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan mendasar dalam hal pencapaian kesejahteraan ini adalah orientasi akhir dari makna kata sejahtera itu sendiri, yakni dalam ilmu konvensional makna kesejahteraan itu masih memilki banyak pengertian bahkan menjadi kontroversi diantara para ilmuwan. Karena target kesejahteraan yang dimaksud dalam ilmu konvensional itu semata hanya untuk pencapaian yang bersifat duniawi.

Pandangan ilmu konvensional diatas tentu sangat bertentangan sekali dengan konsep Islam (Syari’ah), karena tujuan ekonomi Islam adalah sebagaimana tujuan dari syari’at Islam itu sendiri yakni mencapai kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat, serta kehidupan yang baik dan terhormat, sangat berbeda dengan pandangan ekonomi konvensional yang sekuler dan materialistik.

Makna Sejahtera Menurut Pandangan Islam.

Tujuan dan pandangan ekonomi Islam adalah sebagaimana tujuan utama dari syari’at Islam itu sendiri, yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, serta kehidupan yang baik dan terhormat. Inilah definisi kata sejahtera dalam pandangan Islam.

Sebenarnya tidak mudah mencari padanan kata Falah dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa Inggris, falah berasal dari bahasa arab falh. Dalam bentuk verbalnya falah, yuflihu berarti: berkembang pesat, menjadi bahagia, memperoleh keberuntungan atau kesuksesan atau menjadi sukses. Falah menyangkut konsep yang yang bersifat dunia dan akhirat. Untuk kehidupan dunia falah mencakup tiga pengertian, yaitu: kelangsungan hidup (survival/baqa) kebebasan dari kemiskinan (freedom from want/Ghana) serta kekuatan dan kehormatan (power and honour/’izz). Sementara itu untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi (eternal survival/baqa’ bila fana) kesejahteraan abadi (eternal prosperity/ghina bila faqr), kemudian kemuliaan abadi (everlasting glory/’izz bila dhull) dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan (knowledge free of all ignorance/’ilm bila jahl).

Menurut Al-qur’an, tujuan kehidupan manusia pada akhirnya adalah fallah diakhirat, sedangkan fallah didunia hanya merupakan tujuan antara (yaitu sarana untuk mencapai falah diakhirat). Dengan kata lain, falah didunia merupakan intermediate goal (tujuan antara), sedangkan akhirat merupakan ultimate goal (tujuan akhir). Akhirat dalam pandangan Islam merupakan kehidupan diyakini nyata-nyata ada dan akan terjadi, dan memiliki nilai kuantitas dan kualitas yang lebih berharga dibanding dunia. Akan tetapi mesti begitu tidak berarti bahwa kehidupan dunia tidak penting atau boleh diabaikan.

Pandangan ekonomi Islam tentang kesejahteraan tentu saja didasarkan atas keseluruhan ajaran Islam tentang kehidupan ini. Konsep kesejahteraan ini sangatlah berbeda dengan konsep dalam ilmu ekonomi konvensional, sebab ia merupakan konsep yang holistik. Secara singkat kesejahteraan yang diinginkan oleh Islam adalah:
  •  Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu mencakup dimensi material dan spiritual serta mencakup individu maupun sosial
  • Kesejahteraan didunia dan di akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di alam dunia saja tetapi juga dialam akhirat (the hereafter). Jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan di akherat tentu akan lebih diutamakan. Sebab ia merupakan suatu kehidupan yang dalam segala hal lebih bernilai.
Dalam konteks kehidupan dunia, falah merupakan konsep yang multi dimensi yang memilki implikasi pada aspek perilaku individual (micro level) maupun perilaku kolektif (macro level). Falah itu sendiri dapat dicapai dengan suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyatan toyyibah). Dalam keyakinan seorang muslim, tata kehidupan seperti ini hanya bisa dicapai dengan implementasi secara kaaffah (totalitas, menyeluruh) terhadap syari’at Islam.

Download Arikel ini

2 komentar: